Menerpa garis waktu
dengan DIA
Entah kenapa
kami selalu menyapa atau membuat suatu
komunikasi aku dengan dia hampir setiap hari, minimal dengan sapaan yang aduhai
dan gemulai kata orang “ hai … kamu”. Waktu itu aku di pondok teringau dengan
seorang gadis yang pernah hadir pada suatu malam dalam mimpi dan aku pun
terbangun demgan cuaca dingin yang mengalir dari semen asramaku, selimutku
terlepas dan bangun, aku mau menyapa air menjenguk hati yang hilang dari sang
pemilik. Dalam segala gerak-gerik dalam sholat ku teringang dari telinga
tentang kasih cinta ibu yang ingin meminta doa katanya. Curhat malam itu tak
lupa kusampaikan tentang kenapa hatiku hampir jatuh untuk dia, iya.. Dia yang
satu pondok denganku. Memang kata orang dia luar biasa, tak sangka hatiku juga
terpana namun aku malu untuk mengungkapkan itu.
Pagi
menjelang kami pun berbondong-bondong menuju tempat dimana kami biasa melakukan aktivitas menuju
ma’rifat dengan bibir yang basah dengan kalimat dzikir, kalimat tasbih dan
pujian-pujian yang selalu kami biasakan setiap harinya. Dengan menepak sejadah
yang pernah aku pake bersujud dan mencurahkan hati kepadanya, suara mikropon
yang aku bunyikan untuk membagunkan teman-teman, memang statusku jadi pengurus
untuk periode ku tahun itu. Ba’da subuh, kajian adalah rutinatas kami, namun
kali ini aku berfokus pada hapalan Al-quran yang sudah sekian lama aku impikan
untuk menghatamkan sebuah kalimat-kalimat suci yang diturunkan kepada manusia
untuk dijadikan sebagai pedoman hidup dunia wal
akhirat.
Suara
mikropon dan suara hitungan membuat hidupku semakin sempit, karena selalu
dikejar oleh waktu, aku pun berlari, berlari agar tidak terlambat bersama
mereka dan juga menghindari hukuman, hampir saja aku terjatuh dengan kaki yang
terpleset di atas semen dan menuai timbulnya tawa mereka. “Ayu” ya Namanya
seayu dirinya, Dia kelas SMA, dia satu angkatan denganku semua orang di
pondokku tahu tentang dirinya, senyum merah merona dari bibirnya yang basah
seakan tak pernah padam dari dirinya, dia sederhana semua orang malu dengan
keelokan dirinya. Aku tahu dia sejak SMP dulu, iya aku tahu di kelas B, aku
pernah jumpa dia hampir persisi dengan senyumnya sampai sekarang ini namun itu
Cuma sekali saja skedar lewat. Awal mula aku pernah menyapa dia dengan sedikit
kegilaan dan humor yang aku punya tapi entah kok jadi lebih dalam, hampir
menaruh hati, hampir saja Tuhan, aku pernah ikut beasiswa tahfiz dulu dan dia
pun ikut meski tanpa beasiswa dia rela bayar sendiri asalkan bisa. Semakin
menambah keyakinanku dengannya, pernah sekali dia ulang tahun dan kuberikan
sedikit kado unik untuknya, Subhanallah senyumnya kembali merona, kok tiba-tiba
hatiku senang banget gitu. Jangan-jangan ini pertanda, aahhh… masa bodoh yang
penting aku senang.
Setiap
hari aku selalu menyempatkan diri untuk melihat senyum merona indah dari
bibirnya walupun itu dari kejauhan, mungkin ia tidak pernah tahu, menurutku dia
orang yang paling berbeda sekalipun dalam kerumunan aku pasti tahu bahwa itu
dia si merah senyum yang memikat hati setiap orang yang aduhai.
0 comments:
Post a Comment